Seminar Internasional UIN Bandung Bahas Peran AI dan Medsos Membentuk Gen Z yang Kritis
By Admin
nusakini.com, Bandung -- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung melalui Centre for Asian Social Science Research (CASSR) mengadakan seminar internasional bertajuk “AI, Social Media, and Gen Z in Globalized Contexts: Challenges and Opportunities”. Seminar di Aula FISIP, Selasa (3/12/2024), ini merupakan kerja sama UIN Bandung dengan Yayasan Khazanah Global Nalar Hakekat (GNH).
Seminar digelar dengan tujuan untuk memahami dan merespon tantangan dan peluang AI (Artificial Intelligence [kecerdasan buatan]) dalam berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan. Hadir, Dekan FISIP, Ahmad Ali Nurdin, Wakil Ketua Umum Yayasan Khazanah GNH, Ibrahim Ali Fauzi, dan Rektor UIN Bandung, Rosihon Anwar.
Dekan FISIP UIN Bandung Ahmad Ali Nurdin mengapresiasi dukungan Yayasan Khazanah GNH atas acara ini dan menegaskan pentingnya membahas peran AI dalam membentuk identitas Generasi Z. Ibrahim Ali Fauzi menyoroti perkembangan AI global dan mendorong Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan Gen Z di era AI.
Pembicara pertama dalam seminar ini adalah Wisnu Uriawan, Senior Lecturer Fakultas Sains dan Teknologi UIN Bandung. Ia membahas secara komprehensif bagaimana teknologi terkini, khususnya Artificial Intelligence (AI), mengubah dinamika sosial dan generasi. Ia menjelaskan konteks evolusi masyarakat dari Revolusi Industri 4.0 menuju Masyarakat 5.0, yang mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Perubahan ini menekankan pentingnya pendekatan seimbang dalam adopsi teknologi, yang menggabungkan efisiensi dengan pertimbangan etis. Tantangan seperti isu privasi, bias manusia, dan regulasi menjadi perhatian utama. Namun, AI juga membuka peluang inovasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi digital. Ia menekankan bahwa AI harus digunakan secara bijaksana dan beretika agar Generasi Z dapat berperan sebagai pencipta inovasi, bukan hanya pengguna teknologi.
Lebih lanjut, Uriawan menjelaskan prinsip dasar AI dengan membedakan antara machine learning, deep learning, dan generative AI. Aplikasi praktis seperti pemrosesan bahasa alami, deteksi penipuan, dan model generatif seperti ChatGPT dibahas untuk menunjukkan potensi AI dalam berbagai bidang seperti komunikasi, keuangan, dan industri kreatif. Penjelasan ini menjembatani kesenjangan antara AI sebagai konsep abstrak dan dampaknya yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Uriawan juga menyoroti sifat dualitas pengaruh AI melalui diskusi tentang tantangan dan peluang. Tantangan utama meliputi dilema etis seperti bias dalam algoritma pembelajaran mesin, dan masalah sosial seperti kesenjangan akses terhadap teknologi. Di sisi lain, AI membuka peluang untuk meningkatkan produktivitas, mendorong inovasi di sektor-sektor penting, dan memberdayakan Generasi Z untuk menghadapi dunia yang berubah dengan cepat melalui adaptabilitas dan kreativitas.
Ia juga menekankan pentingnya perspektif interdisipliner. Bagi ilmu sosial dan politik, AI memperkenalkan paradigma baru untuk menganalisis data, memahami perilaku manusia, dan merancang kebijakan yang merespons disrupsi teknologi. Konvergensi AI dengan ilmu sosial membutuhkan literasi digital yang lebih tinggi dan pengembangan kerangka kerja untuk mengatur dampak sosial AI sambil memaksimalkan manfaatnya.
Paparan Uriawan memiliki dampak besar pada ilmu sosial dan politik. AI menyediakan alat untuk penelitian sosial tingkat lanjut, memungkinkan para akademisi menganalisis dataset kompleks dan mengungkap tren masyarakat yang mendalam. Dalam politik, AI mendukung strategi kampanye, meningkatkan tata kelola melalui analitik prediktif, dan membantu pembuatan kebijakan yang inklusif dengan menjawab kebutuhan yang beragam.
Selain itu, dengan semakin sentralnya peran platform digital dalam membentuk wacana publik, memahami peran AI dalam media dan komunikasi menjadi krusial untuk menjaga nilai-nilai demokrasi. Ini menjadi panggilan untuk bertindak bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan generasi muda untuk terlibat dengan AI secara bertanggung jawab. Dengan mendorong kolaborasi antardisiplin dan mengadopsi pendekatan yang visioner, tantangan sosial AI dapat diatasi secara efektif, memastikan masa depan di mana kemajuan teknologi selaras dengan perkembangan manusia.
Sementara itu, pembicara kedua, Nadirsyah Hosen, Associate Professor Melbourne Law School, The University of Melbourne, Australia, membahas bagaimana AI dapat digunakan untuk mendukung gerakan sosial seperti boikot terhadap produk-produk yang terkait dengan Israel. Ia menyoroti pentingnya pengembangan basis data dengan AI untuk mencatat produk dan perusahaan terkait Israel.
Selain itu, AI dapat mendukung gerakan ini melalui aplikasi pemindai barcode, analisis rantai pasok, dan Natural Language Processing (NLP) untuk memberikan transparansi kepada konsumen. Dengan AI, masyarakat dapat mengambil keputusan lebih terinformasi sesuai nilai-nilai etis mereka.
Dalam presentasinya, Gus Nadir lebih lanjut menyoroti pentingnya memahami peran AI dalam konteks global. Ia memulai dengan menjelaskan perkembangan masyarakat menuju Society 5.0, di mana teknologi canggih menjadi bagian integral dari kehidupan manusia. Dalam kerangka ini, AI menjadi alat strategis yang dapat digunakan untuk mendorong keadilan sosial dan nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai contoh, Gus Nadir menyoroti kasus pemboikotan produk-produk yang memiliki koneksi dengan Israel yang di Indonesia dimulai dengan keluarnya Fatwa MUI dan beredarnya secara viral daftar produk yang mendukung Israel di media sosial. Dalam hal ini, AI dapat berperan penting melalui pengembangan basis data yang mencatat perusahaan-perusahaan dan produk yang terkait dengan Israel. Basis data ini dapat menggunakan sumber informasi terbuka, laporan keuangan, serta data rantai pasok untuk memberikan transparansi kepada konsumen. Dengan demikian, teknologi AI membantu membangun kesadaran publik terhadap isu-isu etis yang terkait dengan produk tertentu.
Selain itu, AI dapat mendukung gerakan boikot melalui aplikasi pemindai kode batang (barcode) yang mampu menganalisis asal-usul produk. Aplikasi ini memungkinkan konsumen untuk secara instan mengetahui apakah sebuah produk terhubung dengan perusahaan yang mendukung Israel. Lebih lanjut, analisis rantai pasok yang dilakukan AI dapat mengungkap koneksi tersembunyi antara perusahaan-perusahaan besar dan entitas yang mendukung kegiatan yang diprotes oleh komunitas global.
Namun, Gus Nadir menunjukkan bahwa berbagai platform yang berisi boikot produk yang diduga mendukung Israel ternyata memiliki data yang berbeda. Danone, misalnya, pada satu platform dinyatakan termasuk terafiliasi dengan Israel, tetapi di platform lain perusahaan tidak masuk dalam daftar boikot. Di sini, ia menekankan pentingnya daya nalar kritis dari pengguna AI dan media sosial, khususnya Gen Z.
Gus Nadir juga menjelaskan bagaimana AI dapat digunakan untuk menganalisis data publik, seperti pernyataan perusahaan, pengungkapan keuangan, atau situs web, menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP). Hal ini memberikan kemampuan tambahan bagi masyarakat untuk memahami lebih dalam keterlibatan perusahaan dalam aktivitas yang mendukung Israel. Dengan adanya alat ini, konsumen dapat mengambil keputusan yang lebih terinformasi sesuai dengan nilai-nilai etis mereka.
Melalui pendekatan ini, Gus Nadir menggarisbawahi bahwa teknologi, khususnya AI, dapat menjadi alat yang kuat dalam mendukung gerakan sosial. Namun, ia juga menekankan pentingnya menggunakan teknologi ini secara bijaksana dan beretika. Di era kemajuan teknologi yang pesat, gerakan seperti ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk akademisi, masyarakat, dan pengembang teknologi, untuk memastikan bahwa tujuan etis dapat tercapai tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Selain manfaat praktis dalam mendukung gerakan sosial, Gus Nadir juga menyoroti dampak signifikan AI terhadap keilmuan sosial dan politik. Teknologi ini membuka peluang besar untuk penelitian yang lebih mendalam terkait dinamika kekuasaan, distribusi sumber daya, dan peran masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan global.
Dengan kemampuan AI untuk menganalisis data besar secara cepat dan efisien, para peneliti sosial-politik dapat mengeksplorasi pola hubungan internasional, efektivitas kebijakan publik, dan respons masyarakat terhadap isu-isu global seperti konflik geopolitik dan pelanggaran HAM. Hal ini memperkuat relevansi ilmu sosial dan politik dalam memahami tantangan dunia modern, sekaligus menawarkan solusi berbasis data untuk menciptakan perubahan positif.
Seminar ini dipandu oleh Asep Muhamad Iqbal, Direktur CASSR (Centre for Asian Science dan dosen Sosiologi FISIP UIN Bandung dan berlangsung interaktif dengan antusiasme tinggi dari lebih dari 300 peserta dan antrian panjang di depan Gedung FISIP ketika memasuki Aula FISIP, tempat seminar berlangsung. Acara ini diakhiri dengan sesi tanya-jawab yang menarik, penyerahan plakat, dan foto bersama.
Seminar internasional ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman tentang AI di era digital dan memberikan kontribusi signifikan bagi pengembangan ilmu sosial, khususnya untuk Generasi Z sebagai penerus masa depan. Seminar internasional ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi mahasiswa FISIP UIN Bandung, khususnya dalam membangun pemahaman kritis terhadap perkembangan teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI). Melalui paparan dari para ahli, peserta diajak untuk melihat bagaimana AI dapat menjadi alat strategis dalam menyelesaikan tantangan sosial, ekonomi, dan budaya. Seminar ini juga memotivasi mahasiswa untuk menjadi pelopor inovasi yang berbasis etika, memadukan wawasan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan visi Masyarakat 5.0. Hal ini diharapkan dapat membekali mahasiswa dengan keterampilan yang relevan untuk menghadapi tantangan global di masa depan.
Bagi Generasi Z secara umum, seminar ini menjadi ruang pembelajaran penting untuk memahami posisi mereka sebagai agen perubahan di era digital. Dengan wawasan tentang peluang dan tantangan AI, mereka dapat mengambil peran aktif tidak hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga sebagai pencipta yang bertanggung jawab.
Seminar ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas disiplin ilmu dalam menjawab tantangan modern, sehingga Generasi Z dapat berkontribusi pada pengembangan masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan. Ini merupakan langkah konkret UIN Bandung dalam mencetak generasi muda yang siap menghadapi era globalisasi dengan pengetahuan dan integritas. (*)